Facebook Badge

Hendra Baskara's Facebook Profile

WELCOME

Welcome to My Blogger. I wanna say thanks to you who wanna visit or read this blog. And maybe, you comment my posting. I will appreciate your comment. In this blog, I post some of my articles from some good sources and many tips for you. But it's just for Indonesian and I will post some English articles for making this blog to be better soon. Thank you...

Hendra Baskara



Kamis, 26 Februari 2009

Bangawan Solo Meluap Lagi, Jalur Surabaya-Solo Lumpuh

Kamis, 26 Februari 2009
SOLO - Hujan deras yang melanda sebagian besar wilayah Jawa dua hari terakhir melumpuhkan sebagian sistem transportasi di pulau ini. Sebab, hujan yang turun terus-menerus itu mengakibatkan tanah longsor dan banjir di sejumlah daerah.

Sungai terpanjang di Pulau Jawa, Bengawan Solo, meluap di beberapa daerah. Antara lain di Solo, Sragen, Madiun, dan Bojonegoro. Bahkan, di Solo, banjir menelan dua korban tewas karena tersengat aliran listrik. Hingga tadi malam, jalur Solo-Surabaya putus di perbatasan Sragen-Karanganyar karena luapan Sungai Grompol (anak Bengawan Solo).Tadi malam sekitar pukul 21.00, Jembatan Grompol sudah tidak terlihat karena tertutup air. Hal itu menyebabkan antrean panjang kendaraan dari dua arah, sepanjang lima kilometer. Sampai berita ini diturunkan, permukaan air masih bergerak meninggi.

"Kami sudah mendirikan posko penanggulangan banjir di Pom Bensin Waru, Kecamatan Kebakkramat. Kami terus memantau tiga desa yang masih dalam status waspada," ujar Kabid Perlindungan Masyarakat Badan Kesbangpollinmas Karanganyar Aji Pratama Heru tadi malam.

Untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, arus kendaraan sudah dialihkan. Bus atau mobil yang hendak menuju Surabaya dialihkan ke Tasikmadu melalui Mojogedang. Kendaraan pun harus memutar 50 kilometer lebih jauh untuk bisa kembali ke jalur Sragen-Ngawi-Madiun.

Pemandangan tidak jauh berbeda terjadi di utara Sungai Grompol, Kecamatan Masaran, Sragen. Arus lalu lintas juga macet total. Arus kendaraan dialihkan sebelum Sungai Grompol ke arah timur, menuju Mojogedang. Namun, beberapa kendaraan enggan berputar karena jauhnya jarak yang harus ditempuh. "Kami memilih menunggu sampai air surut. Jika berputar terlalu jauh dan bisa-bisa kesasar," ujar Windu, pengemudi Kijang dari Ngawi.

Sementara itu, banjir yang melanda kawasan Kadipiro, Banjarsari, Solo, semalam (25/2) menelan korban. Dua orang ditemukan tewas mengenaskan. Keduanya diduga kehilangan nyawa lantaran tersengat arus listrik.

Di Bojonegoro, luapan Bengawan Solo juga memutus jalur Surabaya-Bojonegoro, tepatnya di Desa Kabunan, Kecamatan Balen, selama enam jam, pukul 08.00 hingga pukul 14.00 kemarin. Banjir terjadi karena Kali Pacal (anak Bengawan Solo) meluap.

"Kami terpaksa melakukan jalur buka tutup, baik dari arah Surabaya maupun dari Bojonegoro," kata Kapolres Bojonegoro AKBP Agus S. Hidayat melalui Kasatlantas AKP Sudirman.

Saat jalur ditutup, lanjut dia, kendaraan diminta memilih jalan alternatif melalui Plumpang, selanjutnya ke Babat, Lamongan.

Dia menjelaskan, arus lalu lintas harus dibuka tutup karena kendaraan yang hendak melalui jalan tersebut berjalan merayap. Sebab, ketinggian air di jalur sepanjang 800 meter itu lebih dari 50 sentimeter. "Kami buka jika memang tak ada antrean. Namun, kami tutup jika ada antrean panjang," tegasnya.

Kepala Bidang Pengendalian Operasi Dinas Perhubungan Bojonegoro Sudarmantoko memperkirakan jalur tersebut akan tergenang lagi. Sebab, di sebelah selatan Desa Kabunan, yakni Desa Klepek, Kecamatan Sukosewu, banjir bandang masih terjadi. Air mencapai pinggang orang dewasa.

Sementara itu, di Kabupaten Mojokerto, ratusan rumah di tiga kecamatan juga tergenang air hingga setinggi dada orang dewasa. Banjir itu melanda Kecamatan Puri, Bangsal, dan Mojoanyar. Sungai Gayaman dan Sungai Sadar meluap akibat hujan di Trawas dan Pacet.

Banjir paling parah terjadi di Kecamatan Mojoanyar. Di kecamatan tersebut, ratusan rumah di lima desa, yakni Desa Jabon, Gebangmalang, Kepuh Anyar, Lengkong, dan Gayaman, ketinggian air mencapai satu meter. Bahkan, di Desa Gayaman, air mencapai leher orang dewasa.

Jalur KA Selatan Lumpuh Empat Hari

Longsor di Garut yang mengakibatkan terputusnya jalur kereta api Surabaya-Bandung hingga kemarin belum teratasi. Untuk sementara, KA dialihkan ke jalur utara melalui Cikampek.

Kendati jalur selatan lumpuh, penumpang tetap bisa menggunakan jasa KA dari Bandung ke Surabaya atau sebaliknya. Tapi, perjalanan melalui jalur utara dengan perbedaan waktu tempuh tiga jam.

Kepala Daerah Oprasional (Daop) II Bandung Rustam Harahap menjelaskan, jumlah KA yang melewati jalur selatan per hari mencapai 14 perjalanan. Di antaranya KA Pasundan, Kahuripan, Argo Wilis, Turangga, Mutiara Selatan, Lodaya I, dan Lodaya II. Rustam memperkirakan jalur selatan akan lumpuh hingga empat hari ke depan.

sumber: www.jawapos.com

Pesawat Turkish Airlines Mendarat Keras di Lapangan Berlumpur


Kamis, 26 Februari 2009
AMSTERDAM - Pesawat Turkish Airlines (THY) dengan 135 penumpang mendarat keras di lapangan berlumpur. Kecelakaan itu terjadi ketika pesawat Boeing 737-300 tersebut akan landing di Bandara Schiphol, Amsterdam, kemarin siang. Sembilan penumpang tewas dan lebih dari 50 orang luka-luka, separonya luka berat. Penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan.

Pesawat dengan nomor penerbangan TK 1951 tersebut patah menjadi tiga bagian. Badan pesawat patah di dekat kokpit dan ekornya juga tak utuh lagi. Salah satu mesin lepas, tergolek dalam keadaan rusak sekitar 200 meter dari bangkai pesawat.

Pesawat Turk Hava Yollari (THY) atau Turkish Airlines yang nahas itu terbang dari Bandara Ataturk, Istanbul, pada pukul 08.22 waktu setempat (03.22 WIB) menuju Amsterdam. Justru ketika detik-detik menentukan saat kedatangan, pukul 11.00 waktu Amsterdam (17.00 WIB), pesawat itu jatuh di dekat bandara utama Belanda tersebut.

Meskipun menyebabkan korban tewas dan luka-luka, Menteri Transportasi Turki Binali Yildirim menyebut tragedi itu ''keajaiban'' karena tak terjadi lebih banyak lagi korban. ''Faktanya, pesawat mendarat di permukaan lunak dan tak ada kebakaran sehingga jumlah korban sedikit,'' katanya.

Salah seorang penumpang selamat, Huseyin Sumer, mengisahkan bahwa dirinya harus merangkak melewati sela-sela patahan pesawat. ''Kami akan mendarat. Kami tak paham atas apa yang terjadi. Beberapa penumpang memekik panik, tapi terjadinya terlalu cepat,'' kata Sumer kepada TV Turki, NTV. Dia menyebutkan, kecelakaan itu terjadi 5-10 menit.

Dubes Turki di Belanda Selahattin Alpar menyebutkan, 72 penumpang orang Turki dan 32 orang Belanda. Tak disebutkan kebangsaan 31 orang lain. Di antara 135 penumpang itu, 7 orang kru pesawat. Kedutaan Besar RI di Belanda juga mencari kemungkinan korban WNI. Meskipun, warga RI yang berinteraksi dengan Turki sedikit.

Apa penyebab kecelakaan itu? Ketika dokumen pesawat dicek, maintenance pesawat tak ada masalah.

CEO Turkish Airlines Temel Kotil mengatakan, sang kapten pilot, Hasan Tahsin, sangat berpengalaman dan mantan penerbang angkatan udara. Pesawatnya dibuat pada 2002 dan terakhir maintenance pada 22 Desember atau dua bulan lalu.

Ketentuan untuk membawa bahan bakar cadangan dipenuhi. Bahan bakar cadangan itu harus cukup untuk 45 menit penerbangan, yakni bila dalam keadaan khusus harus mendarat di bandara selain tujuannya. Sedangkan faktor terorisme juga dikesampingkan.

sumber : www.jawapos.com

Minggu, 22 Februari 2009

Membaca "Batu Geledek" Ponari


Minggu, 22 Februari 2009

APA yang bisa kita refleksikan dari cerita Ponari, dukun cilik asal Jombang, Jawa Timur, yang diserbu belasan ribu pencari kesembuhan? Mungkin kasus ini hanya gambaran, betapa masyarakat sudah capai dengan segala kekisruhan negeri ini dan gampang terbuai apa saja yang dianggap bisa menyelamatkan. Jangan-jangan inilah gejala messianisme baru yang selalu muncul saat krisis.

Jumat (20/2) pagi, ratusan orang bergerombol di depan pagar SD Negeri I Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang. Mereka setia menunggu dukun cilik M Ponari (10) yang hari itu untuk pertama kalinya kembali bersekolah setelah 22 hari libur akibat sibuk melayani ribuan pasien. Jika ada kesempatan, orang-orang itu bakal berebut berkah ”batu geledek” Ponari.

”Saya sudah tiga hari antre di sini,” kata Satumi (62), warga Mojokerto. Perempuan ini mengaku, penyakit mag dan darah tingginya sembuh di tangan Ponari sehingga dia balik lagi untuk mengenyahkan penyakit lainnya.

Puluhan ribu sudah orang menyesaki Dusun Kedungsari, tempat tinggal Ponari. Mereka berdesakan, bahkan sampai ada yang meninggal, demi mencecap penyembuhan dari batu yang dicelupkan ke air. Ketika makin sulit mengakses Ponari, sebagian pengunjung nekat meraup tanah, air got, gedek bambu, atau apa saja dari sekeliling rumah si dukun cilik.

Belakangan, muncul dukun cilik lain, juga di Jombang. Namanya Dewi Setiawati (12) di Dusun Pakel, Desa Brodot, Kecamatan Bandarkedungmulyo. Begitu kabar beredar, ratusan orang pun meluruk ke sana.

Bagaimana sebaiknya kita melihat fenomena Ponari? Kenapa orang begitu percaya pada pengobatan ala Ponari yang keampuhannya sulit dibuktikan?

Dengan perspektif lebih luas, kita bisa merunut beberapa kasus lain yang kurang lebih memperlihatkan gejala kerumunan massa yang memimpikan jalan penyelamatan.

Awal tahun 2009, mencuat kasus Agus Imam Solihin, pemimpin kelompok Satria Piningit Weteng Buwono di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Agus yang mengaku sebagai titisan Presiden Soekarno dan Imam Mahdi Sang Penyelamat itu juga punya sejumlah pengikut.

Akhir tahun 2007, Ahmad Moshaddeq alias Abdul Salam asal Depok, Jawa Barat, memproklamirkan diri sebagai nabi bagi kelompoknya, Al Qiyadah Al Islamiyah. Sebelumnya, sejak akhir tahun 1990-an, Lia Aminuddin mendeklarasikan Salamullah, kemudian berubah jadi God’s Kingdom Eden. Kelompok ini juga mengklaim diri sebagai penyelamat.

Messianistik

Menurut pengamat sosial-budaya asal Yogyakarta, Sindhunata, kasus-kasus itu bisa dicermati sebagai gejala yang mengarah pada messianisme baru. Dalam arti, ada gerakan sosial yang memercayai adanya juru selamat yang membebaskan masyarakat dari penderitaan saat zaman krisis. Gejala ini kerap disebut milleniarisme karena sang penyelamat dibayangkan bakal membuka zaman baru.

Dalam konteks Ponari, misalnya, kepercayaan masyarakat terhadap penyembuhan instan tumbuh tak saja akibat pelayanan kesehatan pemerintah buruk (karena banyak orang bermobil turut berobat), melainkan didorong kerinduan bawah sadar akan penyelamatan. Ketika kerinduan itu bertemu dengan mitos Ponari ”menangkap” geledek, jadilah kerumunan massa yang luar biasa.

Kasus Satria Piningit, Moshaddeq, dan Lia Eden juga menjanjikan pembebasan bagi kelompoknya. Aspirasi itu mengental akibat agama-agama resmi kelewat mapan dalam dogma maupun jaringannya sehingga sulit memenuhi harapan itu.

”Secara teologis dan filosofis, ada kerinduan terdalam manusia akan penyelamatan,” kata Sindhunata, yang menulis disertasi seputar pengharapan messianik masyarakat Jawa abad ke-19 dan awal abad ke-20 untuk memperoleh gelar doktor dari Hochschule für Philosophie, München, Jerman.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat menilai, gejala messianistik mudah menjalar di Indonesia karena kita punya tradisi agama yang mendorong keyakinan adanya kekuatan supranatural, baik lewat nabi, wali, atau tabib.

Ketika berada pada titik kritis—misalnya akibat kemiskinan, kebodohan, atau kekacauan sosial akut—masyarakat akan mencari pegangan spiritual, tanpa peduli spiritualitas itu muncul dari dukun, guru ngaji, atau siapa saja.

”Ibarat tercerbur ke sungai, masyarakat butuh pegangan segera, entah itu ranting, daun, atau kotoran,” katanya.

Nalini Muhdi Agung, psikiater RSU Dr Soetomo Surabaya/Universitas Airlangga, berpendapat mental masyarakat lagi sakit akibat tekanan hidup, ketidakpastian masa depan, atau rasa tak berdaya dan terpinggirkan. ”Dalam situasi ini, orang akan mudah tersugesti, bahkan oleh mitos kosong.”

Diponegoro

Gejala messianistik merupakan gejala umum di Asia, Eropa, bahkan Amerika. Dalam sejarah bangsa Indonesia, kehadirannya bisa dilacak sejak zaman kolonial, kemerdekaan, Orde Lama, sampai Orde Baru. Merujuk tulisan-tulisan guru besar sejarah Universitas Gadjah Mada, Sartono Kartodirjo (almarhum), fenomena messianisme berakar kuat di Tanah Air sebagai perlawanan terhadap kolonialisme dalam bentuk gerakan Ratu Adil yang bersambut dengan konsep mahdiisme.

Berbagai perlawanan bisa jadi contoh, antara lain Perang Diponegoro (1825-1930), perlawanan petani di Banten, Kiai Kasan Mukmin di Krian Sidoarjo (1854-1904), pemberontakan pajak di Ponorogo, gerakan Ahmad Ngisa (1859), dan Srikaton (1880).

Dalam agama Kristen, gejalanya terlihat pada gerakan Kiai Sadrah di Bagelen dan Kiai Ibrahim Tunggul Wulung di Pati.

Khusus Perang Diponegoro, mobilisasi massa efektif akibat kepercayaan bahwa Diponegoro memperoleh pulung mistis dari Ratu Adil untuk memimpin Perang Jawa dengan gelar Sayidin Panatagama (pengatur agama).

”Mobilisasi Perang Diponegoro berhasil karena digalang secara sistematis dengan membentuk sistem perlawanan lengkap dengan panglima perang Alibasah Sentot Prawiradirja, angkatan perang, dan dukungan ulama (Kiai Mojo),” kata Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Sardono W Kusumo, yang pernah membuat Opera Pangeran Diponegoro.

Pada masa kemerdekaan, organisasi Syarikat Islam dibentuk juga dengan bayang-bayang Ratu Adil. Begitu pula Soekarno, ”Sang Putra Fajar”, berhasil menggalang solidaritas kebangsaan dengan memanfaatkan kerinduan rakyat akan Ratu Adil.

Kembali ke konteks sekarang, apa yang mesti kita refleksikan dari kasus Ponari?

”Ponari mendorong kita untuk jeda sejenak dan berkaca, sejauh mana harapan bawah sadar kita terpenuhi? Janganlah kita berhenti pada kepercayaan akan pencerahan rasional, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi, atau pada program formal pemerintah saja. Kita butuh pendekatan kemanusiaan yang transendental, utuh, dan memenuhi harapan masyarakat,” kata Sindhunata.